Saturday, September 7, 2013
Ajari Aku Pandai Bersyukur Part III
Ajari Aku Pandai Bersyukur Part III
Dua hari setelah anjuran operasi, akupun benar-benar menjalaninya. Aku menjalani rawat inap untuk memantau kondisiku. Kudengar, orang yang akan dioperasi kondisinya harus normal. Dan selama rawat inap, aku dikabarkan normal dan siap untuk dioperasi.
What? Padahal, rasanya aku belum siap untuk dioperasi.
Hari itupun tiba juga, akhirnya. Di sebuah ruangan asing, dengan orang-orang asing mengelilingiku.
Ya Tuhan, kenapa dokter-dokter muda itu tidak keluar saja dari ruangan ini. Aku merasa tidak yakin pada mereka. Lagipula, bukankah cukup dokter spesialisku dan beberapa orang yang membantunya. Hanya beberapa dan tidak sebanyak itu.
Aku merasa menyedihkan berada di sana.
Cahaya sebuah lampu operasi mengarah padaku. Benda-benda tajam jelas terlihat di sana. Aku akan dioperasi, dan apakah sakit?
Tuhan, aku takut. Aku khawatir jika operasi yang kulakukan ini dalam keadaan sadar. Bukankah seharusnya aku dibiarkan terbius terlebih dahulu?
Namun mereka masih membiarkan pandanganku berkeliling pada ruangan itu. Cukup. Aku tidak ingin melihat terlalu banyak benda tajam lagi. Ruangannya benar-benar dingin. Salah satu dokter muda menyuntikan cairan pada infusku.
Dia terdengar ramah. Aku sempat mengeluh padanya pada suhu yang terlalu dingin di ruangan itu.
***
Hingga akhirnya,
Aku mendengar keluargaku berbisik khawatir. Samar-samar suara mereka membuat aku tidak mengerti apa yang mereka bicarakan. Badanku sudah tidak merasa dingin lagi. Akan tetapi, justru terasa kaku. Kelopak mataku terlalu berat untuk kubuka.
Aku tidak bisa bergerak. Mataku tidak bisa kubuka. Aku masih mampu mendegar, dan bisa merasakan ketakutan.
Di mana dokter-dokter itu? Aku berada di mana? Ibu, aku takut… Namun ibuku sama sekali tidak mendengar perkataanku. Karena akupun tahu, perkataan itu sama sekali tidak mampu terucap.
***
Bola mataku terasa sakit ketika menerima cahaya, akibat kaget. Entah sejak kapan aku tertidur hingga merasa kaget pada cahaya terang. Baiklah, aku segera menyesuaikan diri. Dan dalam satu menit aku sudah merasa normal pada mataku. Tubuhku juga baik-baik saja.
Keluargaku menyambutku. Mereka terlihat lega dan tenang, membuat aku turut lega.
Ada sesuatu yang berbeda. Tapi tidak sakit.
Aku sembuh?
Menurut dokter, aku sembuh dari sinusitis dan polip namun harus tetap menjalani terapi kekebalan alergi dengan cara disuntik secara berkala (imunoterapi) selama bertahun-tahun, dan rutin.
Jika tidak, penyakit itu bisa kembali.
Tapi aku tidak melakukannya. Terlalu rumit dan memakan biaya mahal. Semoga penyakit itu benar-benar pergi, hilang. Semoga aku benar-benar sembuh, tanpa suntik berkala itu.
“Dan apabila aku sakit, maka Dialah (Allah) yang menyembuhkan.”
Aamiin
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment
Leave a comment, please